Untuk melindungi masyarakat dari penggunaan Obat Tradisional (OT) yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, manfaat dan mutu, Badan POM RI secara rutin dan berkesinambungan melakukan pengawasan peredaran obat tradisional, termasuk kemungkinan dicampurnya Obat Tradisional dengan Bahan Kimia Obat (OT-BKO).
Berdasarkan hasil pengawasan Badan POM di seluruh Indonesia sampai dengan bulan Juli tahun 2011 ditemukan 21 OT-BKO, 20 diantaranya merupakan OT tidak terdaftar (ilegal), dan oleh sebab itu Badan POM mengeluarkan peringatan/public warning sebagaimana terlampir I, dengan tujuan agar masyarakat tidak mengkonsumsi OT-BKO karena dapat membahayakan kesehatan.
Analisis temuan OT-BKO selama 5 tahun terakhir, terjadi penurunan temuan OT mengandung BKO dari 1,65% menjadi 0,72% dari seluruh OT yang disampling dengan rincian, pada tahun 2007 (1,65%); tahun 2008 (1,27%); tahun 2009 (1,06%) tahun 2010 (0,84%); dan tahun 2011 sejumlah 0,72% Obat Tradisional mengandung Bahan Kimia Obat.
Bahan Kimia Obat (BKO) yang diidentifikasi terkandung dalam OT tersebut menunjukkan tren yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Pada kurun waktu 2001-2007 temuan OT-BKO menunjukkan tren ke arah obat rematik dan penghilang rasa sakit antara lain obat tradisional mengandung bahan obat Fenilbutason, Metampiron, Parasetamol, dan Asam Mefenamat. Sedangkan pada periode 2008 - pertengahan 2011 temuan OT-BKO menunjukkan perubahan tren ke arah obat pelangsing dan obat penambah stamina/aprodisiaka antara lain mengandung bahan obat Sibutramin, Sildenafil, dan Tadalafil.
Sebagai tindak lanjut terhadap temuan OT-BKO tersebut diatas, dilakukan penarikan produk dari peredaran dan pemusnahan. Untuk OT yang telah terdaftar dan ditemukan mengandung BKO maka nomor registrasi dicabut. Selanjutnya kepada siapapun diperingatkan untuk tidak melakukan produksi dan/atau mengedarkan OT-BKO karena hal tersebut melanggar hukum.
Karena temuan ini merupakan tindak pidana, maka kasusnya dibawa ke pengadilan bekerja sama dengan aparat penegak hukum lainnya. Selama lima tahun terakhir sejumlah 114 kasus diajukan ke pengadilan dengan sanksi putusan pengadilan paling tinggi hukuman kurungan 6 (enam) bulan dengan masa percobaan 8 (delapan) bulan dan denda berkisar antara Rp 500.000 – Rp. 1.500.000,-. Putusan pengadilan ini belum menimbulkan efek jera bagi pelaku tindak pidana di bidang obat dan makanan.
Badan POM terus melakukan koordinasi lintas sektor antara lain dengan Pemda Kab/Kota (Dinas Kesehatan/Dinas Perindustrian/Dinas Perdagangan) serta Asosiasi dalam melaksanakan pengawasan OT. Kepada UMKM produsen jamu juga dilakukan pembinaan/advokasi agar dapat memenuhi persyaratan OT yang ditetapkan.
Kepada masyarakat:
- ditegaskan untuk tidak mengkonsumsi OT-BKO sebagaimana tercantum dalam lampiran peringatan/public warning ini termasuk peringatan/public warning yang sudah diumumkan sebelumnya, karena dapat menyebabkan risiko bagi kesehatan bahkan dapat berakibat fatal.
- diharapkan melaporkan kepada Badan POM atau Pemda setempat apabila diduga adanya produksi dan peredaran OT secara ilegal kepada Unit Layanan Pengaduan Konsumen Badan POM RI di Jakarta, nomor telepon: 021-4263333 dan 021-32199000 atau email ulpk@pom.go.id atau melalui Layanan Informasi Konsumen di Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia.
Demikian peringatan ini disampaikan untuk diketahui dan disebarluaskan.
Jakarta, 5 Oktober 2011
Biro Hukum dan Humas Badan POM RI
Telepon : (021) 4240231
Email : hukmas@pom.go.id, humas@pom.go.id
Berita Terkait :